Kebutuhan
daging di Indonesia hingga kini masih dipenuhi dari daging sapi dan ayam.
Ternak sapi memberikan kontribusi terhadap pemenuhan daging nasional sebesar
26,60%, ayam pedaging 21,70%, ayam buras 21,20%, babi 14,10%, kambing 6,50%,
kerbau 4,40%, domba 3,40%, ayam ras petelur 1,76%, dan itik 0,05% (Guntoro
1998). Itik di Indonesia memiliki potensi sebagai sumber pendapatan bagi
peternak kecil di pedesaan, baik sebagai usaha pokok maupun sambilan . Sebagian
besar itik yang ada masih dipelihara secara tradisional yaitu dengan sistim gembala
di sawah-sawah lepas panen. Produksi telur itik gembala bervariasi tergantung
ketersediaan pakan di sawah, dengan rata-rata produksi sekitar 22,5% (Setioto
et al 1998). Rendahnya produksi ini disebabkan semakin intensipnya sistem
persawahan kita yang dibarengi dengan penggunaan pestisida dan bahan-bahan
kimia lain yang sangat merugikan itik gembala.
Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi yang masih dapat ditingkatkan.
Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi yang masih dapat ditingkatkan.
Potensi ternak itik di Indonesia sangat besar terutama
sebagi penghasil daging dan telur. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara
yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Salah satu dari kekayaan
itu adalah keanekaragaman hewan ternak, termasuk itik. Ternak itik juga
mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang cukup
baik, dan memiliki banyak kelebihan dibandingkan ternak unggas yang lainnya,
diantaranya adalah ternak itik lebih tahan terhadap penyakit. Selain itu, itik
memiliki efisiensi dalam mengubah pakan menjadi daging yang baik (Matitaputty,
2002). Sumber protein hewani asal unggas di Indonesia masih bertumpu pada ayam
pedaging, ayam petelur, dan ayam kampung. Produksi daging khususnya ternak
unggas tahun 2009 dari ayam kampung sebesar 282.7 ribu ton, ayam pedaging
1016.9 ribu ton, ayam petelur 59.1 ribu ton dan ternak itik 31,9 ribu ton (Ditjennak,
2009). Dilihat dari jumlah produksi daging, maka kontribusi ternak itik
terhadap daging masih rendah. Itik berkontribusi terhadap penyediaan daging
sebesar 2,29%, lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam buras sekitar 20,33%
dari total produksi daging unggas. Sementara kalau kita lihat populasi itik di
Indonesia tahun 2009 tercatat sebanyak 42 juta ekor dan menyebar di pelosok
nusantara (Ditjennak, 2009).
Beberapa galur itik
lokal yang banyak dipelihara masyarakat di Pulau Jawa di antaranya itik Tegal,
itik Mojosari, itik Magelang, itik Cirebon, dan itik Cihateup. Sementara yang
berada di luar Pulau Jawa seperti Kalimantan Selatan (itik Alabio), Sumatera
(itik Pegagan) di Bali (itik Bali) dan masih banyak lagi itik lokal lainnya
yang tersebar di seluruh Indonesia, yang memiliki nama sesuai dengan asal
daerahnya. Hetzel (1985), menyatakan bahwa itik-itik yang ada di Indonesia
memiliki performa yang kecil, sehingga sulit untuk diperbaiki meskipun melalui
seleksi sebagai itik penghasil daging yang baik, oleh karena itu disarankan
untuk menyilangkan (crossing) dengan itik yang memiliki sifat
pertumbuhan cepat. Produk peternakan terutama daging dan telur itik beserta
olahannya sangat disukai oleh masyarakat, seperti gulai itik hijau, pecel
bebek, berbeque, telur asin, martabak telur, tepung telur, rendang suir
itik yang bertempat dipeternakan itik yang dipasarkan ke pulau Jawa, bahkan
sampai kemancanegara seperti ke Belanda.