Wednesday, May 8, 2019

Pengembangan Peternakan Sapi


Kurangnya pasokan sapi bakalan merupakan permasalahan utama dalam industri sapi potong Indonesia. Peningkatan populasi sapi potong melalui intensifikasi terhadap program cow calf operation adalah cara yang tepat untuk mendukung program P2SDS. Program cow calf operation merupakan usaha untuk menghasilkan pedet atau sapi bakalan, 99% dilakukan oleh usaha peternakan rakyat berskala kecil. Usaha ini memerlukan biaya produksi yang relatif mahal sehingga sedikit sekali perusahaan swasta atau negara yang bergerak di bidang pembibitan potong karena di nilai kurang menguntungkan. Sebagian besar usaha cow calf operation tidak memerlukan banyak pakan karena tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan pedet. Peningkatan efisiensi usaha pembibitan sapi potong rakyat adalah dengan melakukan integrasi baik dengan tanaman hortikultura, pangan dan perkebunan. Program pembibitan sapi PO oleh Dinas Pertanian Probolinggo bersama Kelompok Ternak Bango Jaya dilakukan karena sapi PO mempunyai sifat yang tahan terhadap 1) cekaman panas lingkungan 2) pakan berkualitas rendah 3) cocok sebagai ternak kerja serta 4) mempunyai tampilan reproduksi yang baik.
Untuk dapat mengetahui dan memahami ketersediaan serta perkembangan teknologi untuk mendorong usaha peternakan sapi potong, perlu dilihat perkembangan bioteknologi peternakan. Bioteknologi merupakan suatu integritas berbagai cabang ilmu, antara lain biologi, kimia, genetika, pemuliaan, reproduksi, imunologi, dan komputasi. Bidang ini sangat kompleks, rumit, mahal, dan perlu waktu yang cukup lama untuk menguasainya. Peralatan dan sumber daya manusia yang menggeluti bidang ini sangat spesial. Cakupan bioteknologi peternakan meliputi: (1) teknologi reproduksi, seperti IB, TE, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro (IVM/IVF/IVC = in vitro maturation/ in vitro fertilization/in vitro culture), sexing sperma maupun embrio serta kloning dan splitting; (2) rekayasa genetik seperti genome maps, Marker Assisted Selection (MAS), transgenik, identifikasi genetik, dan konservasi molekuler; (3) pengkayaan pakan, seperti manipulasi mikroba rumen dan perekayasaan pakan; serta (4) bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner atau masalah kehewanan. Dalam makalah ini yang akan dijelaskan adalah sebagian atau hal-hal yang penting dan berkaitan dengan prospek pengembangan sapi bakalan di Indonesia. Teknologi IB telah diaplikasikan sangat meluas dan dimulai sejak 60 tahun yang lalu. Secara alami, seekor pejantan hanya mampu melayani 20-30 ekor betina, tetapi dengan teknologi IB kemampuannya meningkat ribuan kali. Teknologi IB dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan program seleksi pada sapi potong, karena akan meningkatkan intensitas seleksi (i). Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi teknologi. Namun, hal ini akan diimbangi dengan meningkatnya interval generasi (L) karena diperlukan uji zuriat atau progeny testing yang memerlukan waktu cukup lama. Oleh karena itu diperlukan upaya lain agar rasio i/L maksimum sehingga respons seleksi (R) terus meningkat setiap tahun. Dalam jangka panjang, aplikasi IB juga dapat mempengaruhi keragaman sehingga respons seleksi mengalami pelandaian (plateau). Sementara itu, bila tidak didukung dengan pencatatan yang baik, peluang akan terjadi silang dalam (inbreeding) sangat besar. Aplikasi IB di Indonesia sudah sangat meluas, terutama pada sapi perah (> 90%) dan sapi potong. Secara intensif IB pada sapi perah mulai dilakukan pada tahun 1972 oleh Lembaga Penelitian Peternakan, Bogor . Sementara itu, IB pada sapi potong di Indonesia saat ini mungkin termasuk yang terbesar di dunia. Hal ini antara lain karena langkanya pejantan di beberapa kawasan sentra produksi sapi (Jawa). Di beberapa negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa, aplikasi IB pada sapi potong hanya terbatas pada kelompok elit untuk tujuan menghasilkan bibit (pemuliaan).
Sapi bali (Bos-bibos banteng) yang berasal dari domestikasi Banteng dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan setempat. Demikian pula dengan penyebaran pada lingkungan di luar wilayah Indonesia tropis dan sub tropis, sapi bali tidak mengalami kesulitan dalam arti fungsi reproduksi dan berjalan secara normal sebagaimana pada daerah. Sampai saat ini penyebaran populasi sapi bali telah meluas yang mencakup seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Pulau Jawa kecuali Provinsi DKI Jakarta. Konsentrasi sapi bali terbesar adalah di Sulawesi Selatan, Pulau Timor, Bali dan Lombok dan wilayah timur lainnya. Jumlah sapi bali di Sulawesi Selatan dan Pulau Timor telah jauh melampaui populasi sapi bali ditempat asalnya Pulau Bali. Sapi bali juga dapat ditemukan di kebun binatang dan Taman Safari di luar negeri, secara liar dan terpelihara juga dapat dilihat pada hutan-hutan tropis dan negara-negara Asia Tenggara dan Australia Utara. Ditinjau dari sistematika ternak, sapi bali masuk familia Bovidae, Genus bos dan Sub-Genus Bovine, yang termasuk dalam sub-genus tersebut adalah Bibos gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus , sedangkan Williamson dan Payne (2010) menyatakan bahwa sapi bali (Bos-bibos Banteng) yang spesies liarnya adalah banteng termasuk Famili bovidae, Genus bos dan sub-genus bibos. Sapi bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain: warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam. Satu karakter lain yakni perubahan warna sapi jantan kebirian dari warna hitam kembali pada warna semula yakni coklat muda keemasan yang diduga karena makin tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testes. Karakteristik lain yang harus dipenuhi dari ternak sapi bali murni, yaitu warna putih pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, dan pada paha kaki bawah mulai tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku, bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih, terdapat garis hitam yang jelas pada bagian atas punggung, bentuk tanduk pada jantan yang paling ideal disebut bentuk tanduk silak congklok yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu membengkok ke atas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar. Pada yang betina bentuk tanduk yang ideal yang disebut manggul gangsa yaitu jalannya pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam.

No comments:

Post a Comment

Butuh Tambahan Uang? Coba Peluang Bisnis Ini!

Bisnis pada zaman sekarang memang tidak terlepas bagi orang yang ingin mendapat kesuksesan melalui bisnis. Nah, ini ada peluang bisnis ya...